Salam, buat pembaca dimana pun teman berada. Setelah beberapa hari Cerita Serial dengan judul Cerita Rambun Pamenan Bagian V kemaren terbengkalai, maka kini kita lanjutkan lagi dengan Cerita Rambun Pamenan Bagian VI.
Pada bab V dari Cerita Rambun Pamenan ini kemaraen kita putuskan pada sa'at Rambun Pamenan akan menunggang burung rajawali raksasa atau burung garuda yang telah bersedia untuk mengatakan jasanya mengantar Rambun Pamenan ke ranah kerajaan Camin Taruih. Maka naik lah Rambun Pamenan ke bahu burung rajawali raksasa tersebut dan burung besar itupun mulai mengibaskan sayapnya untuk terbang.
Setelah bertolak dari hutan belantara Bukit Sebelah, kini mereka terbang hampir memasuki kawasan Takuang dan sebentar lagi mereka akan hingga di kawasan Camin Taruih lantaran kini mereka (Rambun Pamenan, burung rajawali dan Si Alang Bangkeh) perbatasan wilayah ranah Camin Taruih tersebut,
Sampai di sebuah bukit kecil maka mendarat lah burung rajawali tersebut dan seraya berkata kepada Rambun Pamenan, "Cukup lah hingga disini hamba dapat mengantar tuan Rambun, dan lagi pula kerajaan Camin Taruih sudah di kaki bukit ini tuan". Dan dengan bahagia hati Rambun Pamenan pun membalasnya dengan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada burung rajawali tersebut. Sebelum burung rajawali tersebut meninggalkan Rambun Pamenan, burung rajawali pun mencabut salah satu bulu sayapnya dan mengatakan kepada Rambun Pamenan sambil berkata, "Oh iya, jikalau tuan Rambun membutuhkan santunan hamba, tuan dapat memanggil hamba dengan mengkremasi bulu sayap ini, dan hamba siap tiba kapan tuan memanggil hamba kembali". Rambun Pamenan pun menyimpan bulu sayap burung rajawali tersebut. Dan berangkat lah burung rajawali raksasa tersebut meninggalkan Rambun Pamenan.
Dengan perlahan-lahan Rambun Pamenan pun menuruni bukit kecil tersebut untuk menghampiri perkampungan Ranah Camin Taruih. Sampai di perkampungan, Rambun Pamenan pun mampir kesebuah warung untuk meminta seteguk air minum lantaran kerongkongan nya terasa kering.
Lama bercerita dengan orang punya warung tersebut, dan Rambun Pamenan menceritakan perjalannya yang jauh dan tujuannya tiba ke ranah Camin Taruih tersebut. Setelah mendengar kisah dan tujuan Rambun Pamenan maka timbul juga rasa iba nya orang warung tersebut kepada Rambun Pamenan yang masih kecil. Orang punya warung itu pun berkata bahwa dia pernah beberapa tahun yang kemudian mendengar kabar seseorang wanita ditawan oleh raja Angek Garang. Rambun Pamenan kemudian berkata, "Barangkali saja itu ibu hamba pak" katanya kepada pemilik warung tersebut.
Kemudian bapak sipemilik warung itu pun bersedia mengantar Rambun Pamenan ke gerbang istana kerajaan Camin Taruih dengan menaikki kereta kuda nya. Sampai di sebuah persimpangan, maka bapak pemilik warung tadi pun menahan laju kudanya untuk berhenti. "Ma'af nak, bapak bisanya hanya hingga disin mengantarnya, alasannya yakni kami disini sebagai rakyat jelata tidak dapat masuk ke depan gerbang istana kata bapak sipemilik warung itu. "Oh iya pak, terima kasih banyak atas pertolongan bapak mengantar hamba sampi disini," jawab Rambun Pamenan.
Kemudian bapak pemilik warung itu segera meninggalkan Rambun Pamenan sambil berkata, "Hati-hati saja lah nak, biar kau berhasil membawa ibumu pulang". Tinggallah kini Rambun Pamenana berjalan menghampiri gerbang istan kerajaan Camin Taruih dan segera mengetuk pintu gerbang istana tersebut.
"Angku, ijinkan lah hamba masuk," kata Rambun kepada seorang pengawal istan yang bertubuh kekar dan bertampang bringas. "Hey bocah orok, ada apa kau kesini, lancang sekali kau minta masuk ke istana ini!" kata pengawal tersebut kepada Rambun Pamenan yang tengah berdiri di depan gerbang istan tersebut. "Ampunkan lah hamba angku, hamba kesini hanya ingin bertemu dan menjemput ibu saya Puti Silinduang Bulan. "Apa kau bilang!.. Sekarang cepat kau tinggalkan tempat ini sebelum tubuhmu ku remuk-remuk disini," kata pengawal itu sambil mencengkeram tengkuk Rambun Pamenan dan meng angkat nya, "Tidak, hamba tidak akan pergi sebelum menemui ibu hamba," jawab Rambun dengan tegas. "Lancang sekali kau," kata pengawal sambil membantingkan badan mungil Rambun Pamenan ke tanah.
Rambun Pamenan pun tersungkur. kemudian pada sa'at itu dia mendengar bisikan mistik dari Sang Inyiak Peladang yang tempo hari pernah mengajarkan jurus-jurus dan ilmu persilatan. Maka bangun lah kembali Rambun Pamenan dan kali ini dia dengan gesit menangkis setiap serangan pengawal yang tiba kepadanya. Tepat pada suatu ketika, Rambun Pamenan berhasil menyodok tulang rusuk pengawal tersebut hingga pengawal tersebut roboh tak berdaya.
Kemudian tiba lagi terjangan pengawal yang lainnya menyerang Rambun Pamenan. Dengan lincah Rambun Pamenan berhasil menghindari dan menangkis setiap terjangan pengawal tersebut. Kemudian dengan tongkat Manau Sungsang, Rambun Pamenan memukul leher pengawal kedua itu yang berjulukan Pendekar Kalek hingga patah lah tulang leher Pendekar Kalek itu.
Dua tiga hingga empat pengawal berhasil dilumpuhkan oleh Rambun Pamenan dari gerbang istana hingga masuk ke istana tersebut sampai-sampai salah satu pilar depan istana yang seukuran drum besarnya terpotong terkena hantaman kaki Rambun Pamenan dalam menghadapi terjangan pengawal Panglimo Taduang. Tepat pada sa'at sepotong pilar itu putus dari pankalnya, Rambun pamenan pun menghantam dengan kedua kakinya dan melayang lah potongan pilar istana tersebut ke arah Panglimo Taduang hingga menimpa badan pengawal tersebut hingga karenanya terjepit dan terhimpit potongan tiang sebesar drum BBM tersebut.
Pada saat itu Rajo Angek Garang keluar dan berkata dengan bunyi yang lantang, "Hay bocah keparat untuk apa kau menciptakan keributan di istana ku ini!". Lalu Rambun Pamenan menjawab, "Hamba kesini untuk menemui Angku Rajo," jawab Rambun Pamenan dengan geram nya. "Hahaha, ingin bertemu saya, lancang juga kau anak kecil," Rambun Pamenan dan Rajo Angek Garang berbicara sambil saling serang, saling mengelak dan menangkis. "Ma'af kalau hamba ini lncang paduka. yang ditakuti rakyat nya!" jawab Rambun Pamenan sambil berkelit menghindari terjangan Rajo Angek Garang yang semakin ganas menyerang nya. "Maksud apa kau tiba kesini untuk menemui aku?" kata Rajo Angek Garang.
Dengan sedikit berani Rambun Pamenan menjawab, "Wahai paduka raja, bukan kah dulu kau tawan ibu ku disin? tanya Rambun Pamenan. "Haahh, Iya kini ibumu lagi di penjara dan kini engkau dan ibumu akan kami pancung disini!" kata Rajo Angek Garang. Mendengar itu, Rambun Pamenan pun mencabut tongkat sakti Manau Sungsangnya dan seketika itu dia berhasil mendaratkan pukulan tongkat nya pada kepala Rajo Angek Garang hingga raja yang bengis itu roboh tak berkutik.
Melihat rajanya tumbang, pengawal lainnya pun lari terbirit-birit meninggalkan istana. Sekarang tinggal seorang pengawal pemegang kunci penjara istana dan Rambun Pamenan menyuruh pengawal itu membebaskan ibunya dan beberapa tahanan lainnya yang ditawan oleh raja Angek Garang di penjara istana tersebut.
Begitu ibunya keluar, terlihat lah oleh Rambun Pamenan ibunya yang kurus dan matanya yang cekung. Segera Rambun Pamenan berlutut dikaki ibunya. "Oh bunda, Ma'afkan lah Rambun yang terlambat membebaskan Bunda" kata Rambun Pamenan. "Tidak nak, Justru Bunda lah yang minta ma'af kepada anak Bunda yang telah meninggalkan kau masih kecil dulu dan kini harus bertaruh nyawa untuk membebaskan Bunda". Mereka saling bertangisan lantaran rasa haru yang tidak terkira masa itu.
"Ayo Bunda kita pulang sekarang,...
(Bersambung...)
Sumber https://caroawaksurang.blogspot.com/
Pada bab V dari Cerita Rambun Pamenan ini kemaraen kita putuskan pada sa'at Rambun Pamenan akan menunggang burung rajawali raksasa atau burung garuda yang telah bersedia untuk mengatakan jasanya mengantar Rambun Pamenan ke ranah kerajaan Camin Taruih. Maka naik lah Rambun Pamenan ke bahu burung rajawali raksasa tersebut dan burung besar itupun mulai mengibaskan sayapnya untuk terbang.
Setelah bertolak dari hutan belantara Bukit Sebelah, kini mereka terbang hampir memasuki kawasan Takuang dan sebentar lagi mereka akan hingga di kawasan Camin Taruih lantaran kini mereka (Rambun Pamenan, burung rajawali dan Si Alang Bangkeh) perbatasan wilayah ranah Camin Taruih tersebut,
Sampai di sebuah bukit kecil maka mendarat lah burung rajawali tersebut dan seraya berkata kepada Rambun Pamenan, "Cukup lah hingga disini hamba dapat mengantar tuan Rambun, dan lagi pula kerajaan Camin Taruih sudah di kaki bukit ini tuan". Dan dengan bahagia hati Rambun Pamenan pun membalasnya dengan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada burung rajawali tersebut. Sebelum burung rajawali tersebut meninggalkan Rambun Pamenan, burung rajawali pun mencabut salah satu bulu sayapnya dan mengatakan kepada Rambun Pamenan sambil berkata, "Oh iya, jikalau tuan Rambun membutuhkan santunan hamba, tuan dapat memanggil hamba dengan mengkremasi bulu sayap ini, dan hamba siap tiba kapan tuan memanggil hamba kembali". Rambun Pamenan pun menyimpan bulu sayap burung rajawali tersebut. Dan berangkat lah burung rajawali raksasa tersebut meninggalkan Rambun Pamenan.
Dengan perlahan-lahan Rambun Pamenan pun menuruni bukit kecil tersebut untuk menghampiri perkampungan Ranah Camin Taruih. Sampai di perkampungan, Rambun Pamenan pun mampir kesebuah warung untuk meminta seteguk air minum lantaran kerongkongan nya terasa kering.
Lama bercerita dengan orang punya warung tersebut, dan Rambun Pamenan menceritakan perjalannya yang jauh dan tujuannya tiba ke ranah Camin Taruih tersebut. Setelah mendengar kisah dan tujuan Rambun Pamenan maka timbul juga rasa iba nya orang warung tersebut kepada Rambun Pamenan yang masih kecil. Orang punya warung itu pun berkata bahwa dia pernah beberapa tahun yang kemudian mendengar kabar seseorang wanita ditawan oleh raja Angek Garang. Rambun Pamenan kemudian berkata, "Barangkali saja itu ibu hamba pak" katanya kepada pemilik warung tersebut.
Kemudian bapak sipemilik warung itu pun bersedia mengantar Rambun Pamenan ke gerbang istana kerajaan Camin Taruih dengan menaikki kereta kuda nya. Sampai di sebuah persimpangan, maka bapak pemilik warung tadi pun menahan laju kudanya untuk berhenti. "Ma'af nak, bapak bisanya hanya hingga disin mengantarnya, alasannya yakni kami disini sebagai rakyat jelata tidak dapat masuk ke depan gerbang istana kata bapak sipemilik warung itu. "Oh iya pak, terima kasih banyak atas pertolongan bapak mengantar hamba sampi disini," jawab Rambun Pamenan.
Kemudian bapak pemilik warung itu segera meninggalkan Rambun Pamenan sambil berkata, "Hati-hati saja lah nak, biar kau berhasil membawa ibumu pulang". Tinggallah kini Rambun Pamenana berjalan menghampiri gerbang istan kerajaan Camin Taruih dan segera mengetuk pintu gerbang istana tersebut.
"Angku, ijinkan lah hamba masuk," kata Rambun kepada seorang pengawal istan yang bertubuh kekar dan bertampang bringas. "Hey bocah orok, ada apa kau kesini, lancang sekali kau minta masuk ke istana ini!" kata pengawal tersebut kepada Rambun Pamenan yang tengah berdiri di depan gerbang istan tersebut. "Ampunkan lah hamba angku, hamba kesini hanya ingin bertemu dan menjemput ibu saya Puti Silinduang Bulan. "Apa kau bilang!.. Sekarang cepat kau tinggalkan tempat ini sebelum tubuhmu ku remuk-remuk disini," kata pengawal itu sambil mencengkeram tengkuk Rambun Pamenan dan meng angkat nya, "Tidak, hamba tidak akan pergi sebelum menemui ibu hamba," jawab Rambun dengan tegas. "Lancang sekali kau," kata pengawal sambil membantingkan badan mungil Rambun Pamenan ke tanah.
Rambun Pamenan pun tersungkur. kemudian pada sa'at itu dia mendengar bisikan mistik dari Sang Inyiak Peladang yang tempo hari pernah mengajarkan jurus-jurus dan ilmu persilatan. Maka bangun lah kembali Rambun Pamenan dan kali ini dia dengan gesit menangkis setiap serangan pengawal yang tiba kepadanya. Tepat pada suatu ketika, Rambun Pamenan berhasil menyodok tulang rusuk pengawal tersebut hingga pengawal tersebut roboh tak berdaya.
Kemudian tiba lagi terjangan pengawal yang lainnya menyerang Rambun Pamenan. Dengan lincah Rambun Pamenan berhasil menghindari dan menangkis setiap terjangan pengawal tersebut. Kemudian dengan tongkat Manau Sungsang, Rambun Pamenan memukul leher pengawal kedua itu yang berjulukan Pendekar Kalek hingga patah lah tulang leher Pendekar Kalek itu.
Dua tiga hingga empat pengawal berhasil dilumpuhkan oleh Rambun Pamenan dari gerbang istana hingga masuk ke istana tersebut sampai-sampai salah satu pilar depan istana yang seukuran drum besarnya terpotong terkena hantaman kaki Rambun Pamenan dalam menghadapi terjangan pengawal Panglimo Taduang. Tepat pada sa'at sepotong pilar itu putus dari pankalnya, Rambun pamenan pun menghantam dengan kedua kakinya dan melayang lah potongan pilar istana tersebut ke arah Panglimo Taduang hingga menimpa badan pengawal tersebut hingga karenanya terjepit dan terhimpit potongan tiang sebesar drum BBM tersebut.
Pada saat itu Rajo Angek Garang keluar dan berkata dengan bunyi yang lantang, "Hay bocah keparat untuk apa kau menciptakan keributan di istana ku ini!". Lalu Rambun Pamenan menjawab, "Hamba kesini untuk menemui Angku Rajo," jawab Rambun Pamenan dengan geram nya. "Hahaha, ingin bertemu saya, lancang juga kau anak kecil," Rambun Pamenan dan Rajo Angek Garang berbicara sambil saling serang, saling mengelak dan menangkis. "Ma'af kalau hamba ini lncang paduka. yang ditakuti rakyat nya!" jawab Rambun Pamenan sambil berkelit menghindari terjangan Rajo Angek Garang yang semakin ganas menyerang nya. "Maksud apa kau tiba kesini untuk menemui aku?" kata Rajo Angek Garang.
Dengan sedikit berani Rambun Pamenan menjawab, "Wahai paduka raja, bukan kah dulu kau tawan ibu ku disin? tanya Rambun Pamenan. "Haahh, Iya kini ibumu lagi di penjara dan kini engkau dan ibumu akan kami pancung disini!" kata Rajo Angek Garang. Mendengar itu, Rambun Pamenan pun mencabut tongkat sakti Manau Sungsangnya dan seketika itu dia berhasil mendaratkan pukulan tongkat nya pada kepala Rajo Angek Garang hingga raja yang bengis itu roboh tak berkutik.
Melihat rajanya tumbang, pengawal lainnya pun lari terbirit-birit meninggalkan istana. Sekarang tinggal seorang pengawal pemegang kunci penjara istana dan Rambun Pamenan menyuruh pengawal itu membebaskan ibunya dan beberapa tahanan lainnya yang ditawan oleh raja Angek Garang di penjara istana tersebut.
Begitu ibunya keluar, terlihat lah oleh Rambun Pamenan ibunya yang kurus dan matanya yang cekung. Segera Rambun Pamenan berlutut dikaki ibunya. "Oh bunda, Ma'afkan lah Rambun yang terlambat membebaskan Bunda" kata Rambun Pamenan. "Tidak nak, Justru Bunda lah yang minta ma'af kepada anak Bunda yang telah meninggalkan kau masih kecil dulu dan kini harus bertaruh nyawa untuk membebaskan Bunda". Mereka saling bertangisan lantaran rasa haru yang tidak terkira masa itu.
"Ayo Bunda kita pulang sekarang,...
(Bersambung...)