-->
Cerita Rambun Pamenan Bab Iv

Cerita Rambun Pamenan Bab Iv

Salam, Berikut kita kembali melanjutkan postingan dengan judul Cerita Rambun Pamenan Bagian IV yang merupakan sambungan dari Cerita Rambun Pamenan Bagian III kemaren yang terputus di waktu Rambun Pamenan berangkat di pagi hari dengan dilepas oleh sang abang yang satu-satu nya yang jadi rujukan nya semenjak dalam ayunan yaitu Puti Sirenopinang.

Siang dan malam Puti Sirenopinang terus mendo'akan sang adik yang pergi berjalan jauh ke Ranah Camin Tarui. Jika waktu berlarut malam, mata Puti Sirenopinang yang tidak sanggup terpejamkan untuk dibawa tidur. Bagaimana tidak, sang adik yang gres delapan tahun harus mengarungi hutan belantara, nak bukit turun lembah bahkan mungkin menyusuri rawa hutan dan semak belukar. Ah, sungguh tidak sanggup kita bayangkan apa yang akan terjadi nantinya.

Baca juga:


Sekarang kita tinggalkan kabar Puti Sirenopinang yang tinggal menjaga rumahnya di Ranah Kampuang Dalam. Sudah serentang dua rentang cukup ketiga rentang panjang sekarang pun tinggallah Ranah Kampung Dalam yang dicinta oleh Rambun Pamenan. Kini tiba lah Rambun Pamenan di Rimba Sigalut yang ditumbuhi bukit-bukit terjal dengan bebatuan yang menghias beberapa sisi perbukitan tersebut. Hanya Si Alang Bangkeh yang selalu setia menemani dan memandu perjalanannya hingga di Ranah Camin Taruih nantinya.

Siang beranjak berganti petang dan sebentar lagi bakal berganti senja dan matahari terlihat makin condong di ufuk barat. Kini perjalanan Rambun Pamenan sudah mulai ditemani oleh kegelapan hutan yang ditumbuhi pepohonan yang pokok-pokok kayunya seukuran drum dan bahkan melebihi. Dikiri-kanan perjalanannya menyusuri anak sungai diiring bunyi pedoman air sungai yang melintasi tebing tebing kerikil dan ditimpali nyanyian katak dan uwir-uwir hutan. Kemana Si Alang Bangkeh mengepakkan sayapnya kesana lah Rambun Pamenan mengikuti arahnya.

Sore pun berganti menjelang gelapnya malam, namun Rmbun Pamenan dengan tanpa rasa takut terus mencari-cari pohon untuk disinggahi bermalam atau menginap. Yang ada dibenaknya hanya satu tekad yaitu ingin berjumpa dengan bunda tercintanya Puti Silinduang Bulan yang sekarang di sandra dan dieksekusi oleh Rajo Angek Garang karena tidak mau dinikahi oleh raja aniaya tersebut.

Malam pun mulai menampakkan keangkeran hutan yang sekarang terlihat hanya samar-samr terangnya langit disela-sela dedaunan diatas kepala Rambun Pamenan. Pikiran mulai menerawang mengenang nasib diri tinggal ditengah hutan, mana usia di tubuh masih belum sepatutnya menjalani usaha seberat ini. Namun dihatinya ia selalu memohon dukungan kepada Allah SWT sebagai pencipta dan pemilik sekalian jagad raya ini, walau sekali-sekali dihantui rasa takut yang menggoda.

Malam pun berlalu hingga mulai rasa hambar udara hutan dan embun malam yang membelai tubuh mungilnya. Sekejap ia teritdur, pagi nya pun terbangun lagi yang disambut oleh ramainya kicauan burung-burung bernyanyi mengiringi Rambun Pamenan melanjutkan perjalanan kembali. Si Alang bangkeh mulai mengepak-ngepakkan sayapnya menunjukan perjalanan kembali siap dilanjutkan.

Pagi berganti siang dan siang pun berganti sore, sebentarlagi malam pun menjelang, begitulah hingga sekarang hingga lah empat hari dalam perjalanan yang sedang melewati hutan belantara Bukit Sebelah. Disini ia bertemu dengan Inyak Peladang yang populer mempunyai ilmu yang tidak tertanding oleh setiap pahlawan yang masuk ke hutan Bukit Tigapuluh ini. Menurut kisah orang-orang di Ranah Kampuang Dalam Inyiak Peladang ini yaitu juru kunci nya hutan lindung Bukit Sebelah.

Tatkala begitu asyik dalam lamunan hingga di pendakian Rambun Pamenan dihadang oleh seekor harimau yang hendak menerkamnya, Kemana mau menghindar lagi, didepan harimau sudah pasang kuda-kuda siap melompat dan menerkam, Sesa'at Rambun Pamenanan terperangah dan rasa gemetar merayapi bulu tengkuknya.

Untung tiba-tiba dalam sekejap ada seoraang kakek renta beranbut putih pakai sorban tiba dan eksklusif menendang harimau tersebut dari belakang. Seketika harimau kaget melihat kedatangan Inyiak Peladang secara tiba-tiba menghajarnya. Maka disitu lah awal pertemuan Rambun Pamenan dengan Inyiak Peladang.

Kemudian Inyiak Peladang menanyakan perihal Rambun Pamenan yang masih kecil mengapa sampi ditengah hutan begini. Lalu Rambun Pamenan pun menceritakan maksud dan tujuannya bahwa ia sedang dalam perjalanan hendak menuju Ranah Camin Taruih. Lalu Inyiak Peladang pun menyarankan semoga mampir dulu ke kediamannya yang tidak beberapa jauh dari daerah mereka bertemu.



Melihat gejala pada raut wajah dan gelagat Rambun Pamenan, mata bathin nya Inyiak Peladang sudah menebak bahwa Rambun Pamenan bukan lah keturunan sembarangan, "pasti lah anak ini keturunan kerajaan" gumam Inyiak Peladang dalam hati.

Dikediaman Inyiak Peladang tersebut Rambun Pamenana menceritakan apa yang telah terjadi dengan bundanya maka alasannya yaitu itu lah ia hingga menempuh perjalanan jauh begini. Inyiak Peladang termangu dan sembari memahami segala yang dirasakan seorang anak kecil dihadapannya.

Hingga beberapa hari Rambun Pamenan menginap di kediaman Inyiak Peladang tersebut dan suatu malam Inyiak Peladang pun bercerita kepada Rambun Pamenan, bahwa Rajo Angek Garang yaitu musuh awet dari Inyiak Peladang sendiri, Perselisihan Inyiak Peladang yaitu alasannya yaitu tidak menyukai cara kepemimpinan Rajo Angek Garang terhadap rakyat di kerajaan Camin Taruih. Rakyat ditindas semena-mena oleh Rajo Angek Garang, makanya Inyiak peladang sekarang lebih menentukan menjadi Juru kunci di hutan ini.

Setiap pagi dan malam hari Rambun Pamenan terus dilatih dan diajarkan wacana ilmu persilatan dan tenaga dalam oleh Inyiak Peladang. Bukan hanya itu Inyiak Peladang juga tak lupa memberi nasehat wacana budi pekerti dan adat antar sesama menyerupai selalu bersikap rendah hati serta tidak sombong walaupun mempunyai ilmu yang sudah di ajarkan oleh Inyiak Peladang.

Seminggu sudah berguru bersama Inyiak Peladang sampailah sa'atnya sekarang Rambun Pamenan Untuk melanjutkan perjalanan nya ke Ranah Camin Taruih. Sebelum ia berangkat Inyiak Peladang terlebih dahulu membekali perjalanan dan usaha Rambun Pamenan dengan sebuah tongkat sakti yang konon terbuat dari Manau Sungsang.

Sialang Bangkeh pun kembali mengibaskan sayapnya menunjukan siap melanjutkan perjalanan kembali untuk menuju Ranah Camin Taruih.

                                                                                                            (bersambung...)



Sumber https://caroawaksurang.blogspot.com/