Biografi RA Kartini singkat - RA Kartini merupakan seorang tokoh pendekar nasional Indonesia yang dikenal sebagai penggagas emansipasi perempuan di Indonesia. Nama aslinya yaitu Raden Adjeng Kartini. Ia lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1878 dan lalu meninggal di Rembang pada 17 September 1904 di usia yang ke-25 tahun. Saat ini, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Di bawah ini akan dibahas mengenai profil RA Kartini, mencakup biografi, sejarah, perjalanan hidup, keluarga, masa perjuangan, waktu meninggal sampai biodata RA Kartini lengkap selaku tokoh pendekar nasional Indonesia.
(baca juga biografi Pangeran Diponegoro)
Inilah profil, riwayat hidup dan sejarah RA Kartini selengkapnya, mulai dari lahir di lingkungan keluarga bangsawan, menempuh pendidikan, usaha emansipasi wanita, menikah dan lalu wafat sampai peringatan Hari Kartini.
Raden Adjeng Kartini lahir di kota Jepara, Hindia Belanda pada tanggal 21 April 1879. Ia lahir dari kalangan aristokrat Jawa. Kartini yaitu anak dari bupati Jepara berjulukan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang mulai menjabat sesudah Kartini lahir. Ibunya berjulukan M.A. Ngasirah, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Silsilah Kartini dari keluarga ayahnya berasal dari Hamengkubuwana VI dan secara turun temurun merupakan tokoh-tokoh penting menyerupai aristokrat atau kepala pemerintahan. Kartini sendiri yaitu anak kelima dari 11 bersaudara, baik saudara kandung atau saudara tiri. Ayahnya mempunyai 2 istri, selain Ibu Kartini, ia juga menikah dengan R.A. Woerjan.
Sejak kecil, Kartini menempuh pendidikan di Europese Lagere School (ELS). Ia pun berguru berbahasa Belanda. Namun semenjak usia 12 tahun, sebagai perempuan ia harus tinggal di rumah alasannya yaitu sudah sanggup dipingit.
Kartini yang sanggup berbahasa Belanda sering menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang orisinil Belanda. Kartini pun tertarik pada tumpuan pikir perempuan Eropa yang maju. Ia pun mempunyai keinginan untuk memajukan perempuan di Indonesia yang sering dipandang sebagai status sosial rendah.
Kartini banyak membaca koran, majalah dan jurnal berisi pengetahuan. Ia beberapa kali mengirimkan tulisannya dan pernah dimuat di majalah perempuan Belanda, De Hollandsche Lelie. Ia sangat memperhatikan emansipasi dan usaha perempuan serta pendidikan sosial secara umum.
Banyak buku-buku berbahasa Belanda yang ia baca dikala masih muda, contohnya menyerupai Max Havelaar karya Multatuli, buku De Stille Kraacht karya Louis Coperus, buku Die Waffen Nieder dan masih banyak lagi yang lainnya.
RA Kartini ingin memajukan perempuan Indonesia yang status sosialnya kerap dipandang lebih rendah dari pria di era itu. Ia banyak menulis surat berbahasa Belanda berisi pemikirannya pada rekan-rekannya di Belanda.
Ia banyak bercerita perihal kondisi perempuan pribumi serta keluhan mengenai budaya Jawa yang dirasa menghambat kemajuan perempuan. Kartini ingin bebas untuk menuntut ilmu dan berguru menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Kartini menceritakan pada temannya bahwa ia ingin menjadi menyerupai kaum muda Eropa dalam hal kebebasan menerima pendidikan, tidak menyerupai perempuan Jawa yang tidak sanggup menempuh pendidikan tinggi, harus dipingit di dalam rumah serta harus mau dijodohkan dengan pria yang tidak dikenal, bahkan harus mau dimadu pula.
Ia mempejuangkan hak-hak perempuan lewat surat-surat dan tulisannya. Ayahnya sempat agak kasihan dan ingin menyekolahkan Kartini ke Belanda. Belakangan Kartini mengurungkan niatnya dan menentukan melanjutkan studi di Betawi saja. Namun hal ini kembali batal alasannya yaitu Kartini risikonya menikah dan menyampingkan ego langsung untuk menyetujui tradisi keluarga.
Kartini lalu dijodohkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan bupati Rembang yang sudah mempunyai 3 istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903 dikala usianya 24 tahun. Setelah menikah, Kartini diberi kebebasan mendirikan sekolah wanita.
Kartini mempunyai anak yang berjulukan Soesalit Djojoadhiningrat. Ia lahir pada tanggal 13 September 1904. Hanya berselang beberapa hari, RA Kartini wafat, tepatnya pada tanggal 17 September 1904. Ia meninggal di usia yang ke-25 tahun dan lalu dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Perjuangan Kartini untuk memajukan perempuan pun mulai mengatakan hasil sesudah ia wafat. Pada tahun 1912, didirikan Sekolah Kartini khusus perempuan oleh Yayasan Kartini di kota Semarang. Setelahnya Sekolah Kartini kembali didirikan di kota-kota lain menyerupai Surabaya, Yogyakarta, Malang dan kawasan lain.
Nah demikian klarifikasi profil dan teks biografi RA Kartini selaku tokoh pendekar nasional Indonesia yang berjasa dalam usaha hak-hak perempuan dan emasipasi wanita. Beliau berperan dalam menyetarakan hak-hak kaum perempuan dan tiap tanggal 21 April juga diperingati sebagai Hari Kartini.
Di bawah ini akan dibahas mengenai profil RA Kartini, mencakup biografi, sejarah, perjalanan hidup, keluarga, masa perjuangan, waktu meninggal sampai biodata RA Kartini lengkap selaku tokoh pendekar nasional Indonesia.
(baca juga biografi Pangeran Diponegoro)
Biografi RA Kartini
Inilah profil, riwayat hidup dan sejarah RA Kartini selengkapnya, mulai dari lahir di lingkungan keluarga bangsawan, menempuh pendidikan, usaha emansipasi wanita, menikah dan lalu wafat sampai peringatan Hari Kartini.
Keluarga Kartini
Raden Adjeng Kartini lahir di kota Jepara, Hindia Belanda pada tanggal 21 April 1879. Ia lahir dari kalangan aristokrat Jawa. Kartini yaitu anak dari bupati Jepara berjulukan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang mulai menjabat sesudah Kartini lahir. Ibunya berjulukan M.A. Ngasirah, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Silsilah Kartini dari keluarga ayahnya berasal dari Hamengkubuwana VI dan secara turun temurun merupakan tokoh-tokoh penting menyerupai aristokrat atau kepala pemerintahan. Kartini sendiri yaitu anak kelima dari 11 bersaudara, baik saudara kandung atau saudara tiri. Ayahnya mempunyai 2 istri, selain Ibu Kartini, ia juga menikah dengan R.A. Woerjan.
Pendidikan Kartini
Sejak kecil, Kartini menempuh pendidikan di Europese Lagere School (ELS). Ia pun berguru berbahasa Belanda. Namun semenjak usia 12 tahun, sebagai perempuan ia harus tinggal di rumah alasannya yaitu sudah sanggup dipingit.
Kartini yang sanggup berbahasa Belanda sering menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang orisinil Belanda. Kartini pun tertarik pada tumpuan pikir perempuan Eropa yang maju. Ia pun mempunyai keinginan untuk memajukan perempuan di Indonesia yang sering dipandang sebagai status sosial rendah.
Kartini banyak membaca koran, majalah dan jurnal berisi pengetahuan. Ia beberapa kali mengirimkan tulisannya dan pernah dimuat di majalah perempuan Belanda, De Hollandsche Lelie. Ia sangat memperhatikan emansipasi dan usaha perempuan serta pendidikan sosial secara umum.
Banyak buku-buku berbahasa Belanda yang ia baca dikala masih muda, contohnya menyerupai Max Havelaar karya Multatuli, buku De Stille Kraacht karya Louis Coperus, buku Die Waffen Nieder dan masih banyak lagi yang lainnya.
Perjuangan RA Kartini
RA Kartini ingin memajukan perempuan Indonesia yang status sosialnya kerap dipandang lebih rendah dari pria di era itu. Ia banyak menulis surat berbahasa Belanda berisi pemikirannya pada rekan-rekannya di Belanda.
Ia banyak bercerita perihal kondisi perempuan pribumi serta keluhan mengenai budaya Jawa yang dirasa menghambat kemajuan perempuan. Kartini ingin bebas untuk menuntut ilmu dan berguru menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Kartini menceritakan pada temannya bahwa ia ingin menjadi menyerupai kaum muda Eropa dalam hal kebebasan menerima pendidikan, tidak menyerupai perempuan Jawa yang tidak sanggup menempuh pendidikan tinggi, harus dipingit di dalam rumah serta harus mau dijodohkan dengan pria yang tidak dikenal, bahkan harus mau dimadu pula.
Ia mempejuangkan hak-hak perempuan lewat surat-surat dan tulisannya. Ayahnya sempat agak kasihan dan ingin menyekolahkan Kartini ke Belanda. Belakangan Kartini mengurungkan niatnya dan menentukan melanjutkan studi di Betawi saja. Namun hal ini kembali batal alasannya yaitu Kartini risikonya menikah dan menyampingkan ego langsung untuk menyetujui tradisi keluarga.
Pernikahan dan Wafatnya Kartini
Kartini lalu dijodohkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan bupati Rembang yang sudah mempunyai 3 istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903 dikala usianya 24 tahun. Setelah menikah, Kartini diberi kebebasan mendirikan sekolah wanita.
Kartini mempunyai anak yang berjulukan Soesalit Djojoadhiningrat. Ia lahir pada tanggal 13 September 1904. Hanya berselang beberapa hari, RA Kartini wafat, tepatnya pada tanggal 17 September 1904. Ia meninggal di usia yang ke-25 tahun dan lalu dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Perjuangan Kartini untuk memajukan perempuan pun mulai mengatakan hasil sesudah ia wafat. Pada tahun 1912, didirikan Sekolah Kartini khusus perempuan oleh Yayasan Kartini di kota Semarang. Setelahnya Sekolah Kartini kembali didirikan di kota-kota lain menyerupai Surabaya, Yogyakarta, Malang dan kawasan lain.
Buku-Buku Kartini
Ada banyak buku-buku yang dipublikasikan yang bersumber dari surat-surat goresan pena RA Kartini. Yang paling terkenal yaitu buku 'Habis Gelap Terbitlah Terang' yang dipublikasikan tahun 1922. Buku tersebut yaitu hasil terjemahan surat-surat yang ditulis Kartini. Berikut yaitu buku-buku yang bersumber dari goresan pena RA Kartini yang lainnya.
- Habis Gelap Terbitlah Terang (1922)
- Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya (1979)
- Kartini Surat-Surat Kepada Ny RM Abendanon-Mandiri dan Suaminya (1989)
- Letters from Kartini: An Indonesian Feminist 1900-1904 (1992)
- Panggil Aku Kartini Saja (2003)
- Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme, Surat-Surat Kartini Kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903 (2003)
Peringatan Hari Kartini
RA Kartini pun dianggap sebagai tokoh yang memperjuangkan emansipasi wanita. Ia pun diberi gelar sebagai pendekar nasional. Berdasarkan Keppres No. 108 Tahun 1964, presiden Soekarno dikala itu menetapkan Kartini sebagai salah satu pendekar kemerdekaan nasional.
Selain itu, menurut Kepres yang sama, setiap tanggal 21 April yang merupakan hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini, yang merupakan hari besar tidak libur. Tiap tanggal 21 April biasa diperingati para perempuan Indonesia dengan mengenakan kebaya dan pakaian khas perempuan Indonesia lainnya.
Nama Kartini juga banyak diabadikan pada nama jalan, bangunan, monumen dan gedung, tak hanya di Indonesia tapi juga di Belanda. Terdapat nama jalan di Belanda, tepatnya di kota Utrecht, Harleem, Amsterdam dan Venlo.
Lagu Ibu Kartini
Lagu Ibu Kita Kartini menjadi salah satu lagu wajib nasional. Pencipta lagu Ibu Kita Kartini yaitu W.R. Supratman. Berikut yaitu lirik lagu Ibu Kita Kartini untuk versi lengkapnya.
Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia
Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Foto RA Kartini
Biodata RA Kartini
Nama lengkap : Raden Adjeng Kartini
Tempat lahir : Jepara, Hindia Belanda
Tanggal lahir : 21 April 1879
Tempat meninggal : Rembang, Hindia Belanda
Tanggal meninggal : 17 September 1904 (usia 25 tahun)
Makam : Taman Makam Pahlawan Semaki
Penghargaan sipil : Pahlawan nasional Indonesia
Nah demikian klarifikasi profil dan teks biografi RA Kartini selaku tokoh pendekar nasional Indonesia yang berjasa dalam usaha hak-hak perempuan dan emasipasi wanita. Beliau berperan dalam menyetarakan hak-hak kaum perempuan dan tiap tanggal 21 April juga diperingati sebagai Hari Kartini.