-->

Teori Berguru Behavioristik Dan Konstruktivistik

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN KONSTRUKTIVISTIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Teori berguru behavioristik ialah sebuah teori yang mempelajari tingkah laris manusia.Menurut Desmita (2009:44) behavioristik merupakan teori berguru yang lebih mengutamakan pada perubahan tingkah laris siswa sebagai tanggapan adanya stimulus dan respon. Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya yang bertujuan merubah tingkah laris dengan cara interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut Watson tingkah laris siswa merupakan hasil dari pembawaan genetis dan efek lingkungan, sedangkan berdasarkan Pavlov merujuk pada sejumlah mekanisme pembinaan antara satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lain dalam membuatkan respon, terakhir berdasarkan Skinner kekerabatan antara stimulus dan respons terjadi lantaran melalui interaksi dengan lingkungan yang kemudian mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dengan demikian, teori berguru behavioristik lebih memfokuskan untuk membuatkan tingkah laris siswa ke arah yang lebih baik.
Maraknya diskusi dan kajian wacana pendekatan pembelajaran konstruktivistik biasanya lebih diarahkan pada apa dan bagaimana pembelajaran konstruktivistik itu diterapkan. Kajian wacana apa pembelajaran konstruktivistik biasanya dilakukan dengan mengkontraskan antara pendekatan pembelajaran konstruktivistik dengan pendekatan pembelajaran lainnya (behavioristik).
Menurut Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada era 20 dalam goresan pena Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Piaget. Namun bila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivistik sebetulnya telah dimulai oleh Vico, seorang epistemolog dari Italia. Tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan ialah pencipta alam semesta dan insan ialah tuan dari ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu gres mengetahui sesuatu jikalau ia sanggup menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang sanggup mengerti alam raya ini lantaran hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu insan hanya sanggup mengetahui sesuatu yang telah dokonstruksikannya. Pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyatan luar. Menurut Vico pengetahuan tidak lepas dari insan (subyek) yang tahu.
Meskipun paradigma pembelajaran kontruktivistik telah dikenal semenjak tahun 1710, tetapi pada kenyataannya pradigma pembelajaran yang dikembangkan di sekolah lebih didominasi oleh pembelajaran behavioristik. Atas dasar beberapa kajian ternyata model behavioristik mempunyai beberapa kelemahan antara lain terlalu mekanistik dan kurang mampu  mengembangkan potensi siswa secara optimal. Sehingga sebagai jawaban atas kelemahan tersebut maka diskusi dan kajian model pembelajaran konstruktivistik menjadi makin marak lantaran dianggap lebih baik daripada model behavioristik dalam membuatkan potensi siswa.
B.     Rumusan masalah
1.      Menjelaskan  teori behavioristik dan  teori konstruktivistik
2.      Penerapan Teori Belajar Behavioristik ke kosntruktivistik Dalam Proses Pembelajaran
3.      Prinsip-prinsip konstruktifistik dalam pembelajaran
4.      Pengaruh Konstruktivistik terhadap Proses Belajar Mengajar
5.      Kekurangan dan kelebihan teori berguru behavioristik dan konstruktifistik
C.     Tuuan penulisan
1.      Untuk sanggup mengetahui pengertian behavioristik dan konstruktivistik
2.      Untuk sanggup mengetahui Penerapan Teori Belajar Behavioristik dan kosntruktivistik Dalam Proses Pembelajaran
3.      Untuk sanggup mengetahui prinsip-prinsip konstruktifistik
4.      Untuk sanggup mengetahui Pengaruh Konstruktivistik terhadap Proses Belajar Mengajar
5.      Untuk sanggup mengetahui Kekurangan dan kelebihan teori berguru behavioristik dan konstruktifistik

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi teori behavioristik dan konstruktivistik
1.      Teori behavioristik
Teori berguru behavioristik ialah sebuah teori yang mempelajari tingkah laris manusia.Menurut Desmita (2009:44) Teori berguru behavioristik merupakan teori berguru yang lebih mengutamakan pada perubahan tingkah laris siswa sebagai tanggapan adanya stimulus dan respon. Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya yang bertujuan merubah tingkah laris dengan cara interaksi antara stimulus dan respon. Menurut Watson tingkah laris siswa merupakan hasil dari pembawaan genetis dan efek lingkungan, sedangkan berdasarkan Pavlov merujuk pada sejumlah mekanisme pembinaan antara satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lain dalam membuatkan respon, terakhir berdasarkan Skinner kekerabatan antara stimulus dan respons terjadi lantaran melalui interaksi dengan lingkungan yang kemudian mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dengan demikian, teori berguru behavioristik lebih memfokuskan untuk membuatkan tingkah laris siswa ke arah yang lebih baik.
Teori berguru yang menekankan terhadap perubahan sikap siswa ialah teori berguru behavioristik. Di lihat dari pengertiannya teori berguru behavioristik merupakan suatu teori psikologi yang berfokus pada prilaku nyata dan  tidak terkait dengan kekerabatan kesadaran atau konstruksi mental. Ciri utama teori berguru behavioristik ialah guru bersikap sewenang-wenang dan sebagai distributor induktrinasi dan propaganda dan sebagai pengendali masukan prilaku.Hal ini lantaran teori berguru behavioristik    menganggap    manusia   itu bersifat pasif dan segala sesuatunya tergantung pada stimulus yang didapatkan. Sasaran yang dituju dari pembelajaran ini ialah semoga terjadi perubahan  perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Selain dalam sumbangan point terhadap pelanggaran hukum sekolah, teori berguru behavioristik juga diterapkan dalam pembelajaran.
Teori berguru behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar,  yaitu adanya perubahan sikap yang sanggup diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Hasil berguru diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap lingkungan belajar, baik yang internal maupun eksternal. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan untuk merubah perilaku.Teori berguru behavioristik dalam pembelajaran merupakan upaya membentuk tingkah laris yang diinginkan. Pembelajaran behavioristik sering disebut juga dengan pembelajaran   stimulus   respons.
Ø  Tokoh-Tokoh Teori Belajar Behavioristik
1. John B. Watson
Menurut Desmita (2009:44), behavioristik ialah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laris insan yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878- 1958), spesialis psikologi Amerika pada tahun 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika. Perspektif behavioristik berfokus pada kiprah dari berguru dan menjelaskan tingkah laris manusia.Asumsi dasar mengenai tingkah laris berdasarkan teori ini     bahwa     tingkah     laku   sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan yang diramalkan dan dikendalikan.Menurut Watson dan para jago lainnya meyakini bahwa tingkah laris insan merupakan hasil dari pembawaan genetis dan efek lingkungan atau situasional.
2.      Ivan P. Pavlov
Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P. Pavlov (1849-1936), ilmuan Rusia yang membuatkan teori sikap melalui percobaan wacana anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, lantaran perangsang yang orisinil dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat yang menimbulkan suatu reaksi.
3.      B.F. Skinner
Skinner ialah seorang  psikolog dari Harvard yang telah berjasa mengembangkan  teori  perilaku Watson.Pandangannya wacana kepribadian disebut dengan  behaviorisme radikal.Behaviorisme menekankan studi ilmiah wacana respon sikap yang sanggup diamati dan determinan lingkungan.Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak dibutuhkan untuk menjelaskan sikap dan perkembangan. Menurut Skinner, perkembangan ialah perilaku. Oleh lantaran itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman- penglaman  lingkungan.
2.      Teori konstruktivistik
Menurut Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada era 20 dalam goresan pena Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Piaget. Namun bila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivistik sebetulnya telah dimulai oleh Vico, seorang epistemolog dari Italia. Tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan ialah pencipta alam semesta dan insan ialah tuan dari ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu gres mengetahui sesuatu jikalau ia sanggup menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang sanggup mengerti alam raya ini lantaran hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu insan hanya sanggup mengetahui sesuatu yang telah dokonstruksikannya. Pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyatan luar. Menurut Vico pengetahuan tidak lepas dari insan (subyek) yang tahu. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan). Pengetahuan selalu merupakan tanggapan dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui acara seseorang. Teori berguru konstruktivistik biasanya dimulai dari karakteristik insan masa depan yang diharapkan, konstruksi pengetahuan, proses berguru berdasarkan teori konstruktivistik.
Meskipun paradigma pembelajaran kontruktivistik telah dikenal semenjak tahun 1710, tetapi pada kenyataannya pradigma pembelajaran yang dikembangkan di sekolah lebih didominasi oleh pembelajaran behavioristik. Atas dasar beberapa kajian ternyata model behavioristik mempunyai beberapa kelemahan antara lain terlalu mekanistik dan kurang mampu  mengembangkan potensi siswa secara optimal.
Maraknya diskusi dan kajian wacana pendekatan pembelajaran konstruktivistik biasanya lebih diarahkan pada apa dan bagaimana pembelajaran konstruktivistik itu diterapkan. Kajian wacana apa pembelajaran konstruktivistik biasanya dilakukan dengan mengkontraskan antara pendekatan pembelajaran konstruktivistik dengan pendekatan pembelajaran lainnya (behavioristik).
Proses berguru sebagai suatu perjuangan sumbangan makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Ada beberapa pandangan dari segi konstruktivistik, dan dari aspek-aspek penerima didik, peranan guru, sarana belajar, dan penilaian belajar.
Secara konseptual, proses berguru jikalau dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai sumbangan makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan kemudahan yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan berguru lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari faktafakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “constructing and restructuring of  knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency”. sumbangan makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh alasannya ialah itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar menyerupai nilai, ijasah, dan sebagainya.
B.     Penerapan Teori Belajar Behavioristik dan kosntruktivistik Dalam Pembelajaran.
Teori berguru behavioristik menekankan terbentuknya sikap terlihat sebagai hasil belajar.Teori berguru behavioristik dengan model kekerabatan stimulus respons, menekankan siswa yang berguru sebagai individu yang pasif. Munculnya sikap siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akanmenghilang jikalau dikenai eksekusi (Nasution, 2006:66). Teori berguru behavioristik besar lengan berkuasa terhadap kasus belajar, lantaran berguru ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan kekerabatan antara stimulus dan respons. Dengan memperlihatkan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar.  Dengan  demikian  kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti
1.      tujuan pembelajaran, yang dimaksud dari tujuan pembelajaran disini ialah seorang siswa harus tahu maksud dan tujuan dari pembelajaran tersebut semoga mempermudah dalam proses mengjar berlangsun.
2.      materi pelajaran, yaitu materi yang dibahas juga harus sesuai dengan kemampuan seorang siswa semoga siswa sanggup mencerna materi yg kita akan bahas.
3.      Siswa, seorang pendidik juga harus tahu karakteristik seorang siswa semoga dalam proses berguru mengajar berlangsung dengan baik.
4.      Media, maksudnya ialah seorang pendidik harus tahu bagaimana cara mengaplikasikan media dengan benar semoga calon pendidik tidak tidak terlalu bosan dengan cara pengajaran yang biasa dilakukan. Kaprikornus media juga sangat penting dalam seni administrasi pembelajaran behavisioristuk.
5.      fasilitas pembelajaran, tidak semua sekolah menyiapkan fasilitas yang lengkap dalam pembelajaran salah satu contohnya ialah di daerah-daerah pelosok yang sangat minim sekali dengan fasilitas pembelajaran.
6.      Lingkungan, lingkungan juga sangat mempengaruhi seorang calon pendidik. Apabila lingkungannya elok karakteristik calon pendidik juga akan elok tapi jikalau sebaliknya, karakteristik seorang anak akan mengikuti lingkungan yang kurang baik tersebut.
7.      Pengetahuan, pengetahuan juga sangat berperan penting untuk seorang calon pendidik. Maka dari itu, seorang pendidik harus bisa mengtasi hal tersebut.
Menurut teori behavioristik tingkah laris insan dikendalikan oleh ganjaran atau penguatan dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laris berguru terdapat jalinan yang erat antara reaksi- reaksi behavioristik dengan stimulusnya. Menurut teori ini dalam berguru yang penting ialah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Proses terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan lantaran tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Ada beberapa faktor penting dalam teori bahavisioristik antara lain :
a.       Merubah tingkah laris manusia
merupakan teori berguru memahami tingkah laris insan yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laris pada diri seseorang sanggup dilakukan melalui upaya pengkondisian.
b.      Sangat menekankan pada hasil belajar
yaitu adanya perubahan sikap yang sanggup diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Hasil berguru diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap lingkungan belajar, baik yang internal maupun eksternal.
c.       Behavisioristik ialah ilmu jiwa tanpa jiwa
Maksudnya ialah dengan bertujuan untuk mempelajari perbuatan insan bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laris yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman- pengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada tubuh yang dipelajari.
d.      Segala perbuatan dikembalikan pada refleks
Behavioristik mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. maksudnya ialah seorang anak akan lebih santai dalam teori berguru ini lantaran tidak semua siswa mempunyai prilaku yg sama jadi dibutuhkan cara pengajaran yg refleks.
Teori berguru behavioristik menekankan terbentuknya sikap terlihat sebagai hasil belajar.Teori berguru behavioristik dengan model kekerabatan stimulus respons, menekankan siswa yang berguru sebagai individu yang pasif. Munculnya sikap siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akanmenghilang jikalau dikenai eksekusi (Nasution, 2006:66).
Teori berguru behavioristik besar lengan berkuasa terhadap kasus belajar, lantaran berguru ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan kekerabatan antara stimulus dan respons. Dengan memperlihatkan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar.
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan (Sugandi, 2007:35).
Teori berguru behavioristik cenderungmengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori berguru behavioristik merupakan  proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai sasaran tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada teori berguru behavioristik memandang pengetahuan ialah objektif, sehingga berguru merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar ialah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh alasannya ialah itu siswa diharapkan mempunyai pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Pengajaran konstruktivistik yang bertujuan semoga siswa mempelajari dan memahami pengetahuan tertentu. Pembelajaran konstruktivistik lebih berlandaskan pada keyakinan bahwa siswa terlibat aktif secara penuh dalam proses pengkonstruksian pengetahuan. Keaktifan siswa tidak dipandang secara fisik tetapi juga secara kognitif.
Adapun implikasi dari teori berguru konstruktivistik dalam pendidikan anak  adalah sebagai berikut:
(a) tujuan pendidikan berdasarkan teori berguru konstruktivistik ialah menghasilkan individu atau anak yang mempunyai kemampuan berfikir untuk menuntaskan setiap kasus yang dihadapi.
(b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan sanggup dikonstruksi oleh penerima didik.  Selain itu, latihan memecahkan kasus seringkali dilakukan melalui berguru kelompok dengan menganalisis kasus dalam kehidupan sehari-hari dan
(c)  peserta didik diharapkan selalu aktif dan sanggup menemukan cara berguru yang sesuai bagi dirinya.  Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan sobat yang membuat situasi yang aman untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri penerima didik. 
Dalam upaya mengimplementasikan teori berguru konstruktivistik, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1.      memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2.      memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir wacana pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3.      memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4.      memberi pengalaman yang berafiliasi dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5.      mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6.      menciptakan lingkungan berguru yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, sanggup disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori berguru konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.  Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.  Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Pembelajaran konstruktivistik menyerupai yang telah di kemukakan diatas merupakan suatu konsep penemuan pembelajaran yang diharapkan bisa memperlihatkan suatu bantuan dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran yang membentuk siswa lebih aktif dalam memahami, menganalisis, serta mengkonstruksi materi pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri, kritis, dan mencari informasi dari banyak sekali sumber. KTSP yang beberapa waktu yang kemudian telah di implementasikan pada sekolah-sekolah memuat unsur berguru siswa aktif serta dituntut dalam penguasaan kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan siswa nantinya, pembelajaran aktif serta penguasaan kompetensi yang ada dalam KTSP. KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansi oleh setiap kelompok serta berdasarkan prinsip yang salah satunya berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan penerima didik dan lingkungannya. Oleh alasannya ialah tu, kurikulum yang yang telah berlangsung selama inilah yang ingin penulis identifikasi, apakah memuat unsur-unsur sikap berguru konstruktivistik.
Inti dari teori berguru konstruktivistik ini ialah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak sanggup dilepaskan dari efek lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan menimbulkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Guruvalah beropini bahwa teori-teori yang menyatakan bahwa “siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi gres dibandingkan dengan hukum usang dan memperbaiki hukum itu apabila tidak sesuai lagi”.
Teori berguru konstruktivistik ini menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jikalau konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya menggunakan informasi-informasi baru. Teori berguru konstruktivistik mencakup tiga konsep utama, yaitu:
1.      Hukum Genetik  tentang Perkembangan
Perkembangan berdasarkan Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta fakta atau keterampilan-keterampilan, namun lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataran soaial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau intermental), dan tataran sosial di dalam diri orang yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis atau intramental).
Teori konstruktivistik menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Fungsi-fungsi mental yang tinggi dari seseorang diyakini muncul dari kehidupan sosialnya. Sementara itu, intramental dalam hal ini dipandang sebagai derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut, hal ini terjadi lantaran anak gres akan memahami makna dari kegiatan sosial apabila telah terjadi proses internalisasi. Oleh alasannya ialah itu berguru dan berkembang satu kesatuan yang memilih dalam perkembangan kognitif seseorang.
2.      Zona Perkembangan Proksimal
Zona Perkembangan Proksimal/Zona Proximal Development (ZPD)   merupakan konsep utama yang paling fundamental dari teori berguru konstruktivistik Vygotsky. Dalam Luis C. Moll (1993: 156-157), Vygotsky beropini bahwa setiap anak dalam suatu domain mempunyai ‘level perkembangan aktual’ yang sanggup dinilai dengan menguji secara individual dan potensi terdekat bagi perkembangan domain dalam tersebut.  Vygotsky mengistilahkan perbedaan ini berada di antara dua level Zona Perkembangan Proksimal, Vygotsky mendefinisikan Zona Perkembangan Proksimal sebagai jarak antara level perkembangan positif menyerupai yang ditentukan untuk memecahkan kasus secara individu dan level perkembangan potensial menyerupai yang ditentukan lewat pemecahan kasus di bawah bimbingan orang cukup umur atau dalam kerja sama dengan sobat sebaya yang lebih mampu.
3.      Mediasi
Mediasi merupakan gejala atau lambang-lambang yang dipakai seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya. Ada dua jenis mediasi yang sanggup mempengaruhi pembelajaran yaitu,
1.      tema mediasi semiotik di mana gejala atau lambang-lambang yang dipakai seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya ini didapat dari hal yang belum ada di sekitar kita, kemudian dibuat oleh orang yang lebih faham untuk membantu mengkontruksi pemikiran kita dan kesannya kita menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan;
2.      scaffalding di mana gejala atau lambang-lambang yang dipakai seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya ini didapat dari hal yang memang sudah ada di suatu lingkungan, kemudian orang yang lebih faham wacana gejala atau lambang-lambang tersebut akan membantu menjelaskan kepada orang yang belum faham sehingga menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan.
Pada penerapan pembelajaran dengan teori berguru konstruktivistik, guru  berfungsi sebagai motivator yang memperlihatkan rangsangan semoga siswa aktif dan mempunyai gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu memperlihatkan jalan keluar bila siswa menemukan kendala dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memperlihatkan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga bisa meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang sanggup menuntaskan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori berguru konstruktivistik, proses berguru tidak sanggup dipisahkan dari agresi (aktivitas) dan interaksi, lantaran persepsi dan acara berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang sanggup dianggap lebih baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa bermacam-macam perwujudan dari kenyataan dipakai untuk bermacam-macam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak sanggup dipisahkan dari acara di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas,  interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
C.     Prinsip-prinsip konstruktifistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam berguru mengajar adalah:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.      Pengetahuan tidak sanggup dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid itu sendiri menalar
3.      Murid aktif mengkonstruksi secar terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.      Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi semoga proses konstruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi kasus yang relevan dengan siswa
6.      Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.      Mencari dan menilai pendapat siswa
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting ialah guru dihentikan hanya semata-mata memperlihatkan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru sanggup membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi jadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memperlihatkan kesempatan kepada siswa, dengan memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa semoga menyadari dan menguanakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru sanggup memperlihatkan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksud sanggup membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Kontruksi pengetahuan insan akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang sanggup membantu memahami pengalamannya. Demikian juga insan akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Teori berguru konstruktivistik berkaitan dengan pemahaman wacana apa itu pengetahuan, dan proses mengkonstruksi pengetahuan.
Menurut pendekatan konstruktifistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap pengalamannya, objek, maupun lingkungannya. Kaprikornus sanggup disimpulkan bahwa pengalaman ialah suatu pembentukan yang terus-menerus oleh seseorang yang setiap ketika mengalami reorganisasi lantaran adanya pemahaman-pemahaman baru. Kaprikornus bila guru mentransfer konsep, penstransferan itu akan diiterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuannya.
Proses mengkonstruksi pengetahuan insan sanggup mengetahui sesuatu dengan menggunakan idenya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan suatu suatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuaan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.fkator-faktor yang mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan ialah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domai pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya.
Menurut Von Galserverd (dalam paul S, 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang perlu dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, antara lain:
1.      Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
2.      Kemampuan membandinkan dan mengambil keputusan akan kesamman dan perbedaan
3.      Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.
D.    Pengaruh Konstruktivistik terhadap Proses Belajar Mengajar
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru kemurid, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Bagi konstruktivis, mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan penjelasan, bersikap kritis, mengadakan justifikasi. Jadinmengajar ialah suatu bentuk berguru sendir
Menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar/guru punya kiprah sebagai perantara dan fasilitator yang membantu semoga proses berguru murid berjalan dengan baik. Maka tekanan pada siswa yang berguru bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Fungsi sebagai perantara dan fasilitator ini sanggup dijabarkan dalam beberapa kiprah (Suparno, 1997: 66) antara lain sebagai berikut : 
1.      Menyediakan pengalaman berguru yang memungkinkan murid ambil tanggung jawab dalam membuat desain, proses, dan penelitian. Maka terperinci memeberi kuliah atau model ceramah bukanlah tgas utama seorang guru.
2.      guru menyediakan atau memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang  merangsang keigintahuan murid membantu mereka dalam mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikaikan inspirasi ilmiahnya.
3.      Menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukug berguru siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik kognitifnya.
4.      Selanjutnya memonitor, mengevaluasi dan memperlihatkan apakah pemikiran siswa itu jalan apa tidak.
5.      Guru memperlihatkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid berlaku untuk menghadapi kasus gres yang berkaitan.
6.      Seorang guru harus melihat murid bukan sebagai lembaran kertas putih kosong.
Dalam sistem konstruktivis guru dituntut penguasaan materi yang luas mengenai pengetahuan dari materi yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang guru mendapatkan pandangan dan gagasan-gagasan murid yang berbeda dan juga memungkinkan untuk memperlihatkan apakah gagasan-gagasan murid berbeda dan juga memungkinkan untuk memperlihatkan apakah gagasan-gagasan murid itu jalan atau tidak. Penguasaan materi memungkinkan seorang guru mengerti macam-macam jalan dan model untu hingga pada suatu pemecahan persoalan, dan tidak terpaku kepada suatu model.
Kecuali mengajar bahan, guru sangat perlu juga mengerti konteks dari materi itu, sehingga sangat penting untuk seorang guru, contohnya guru Ilmu Pengetahuan Alam, mengerti kecuali isinya juga bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah sains berkembang. Pemahan histories ini akan meletakkan suatu pengetahuan dalam konteks yang gampang dipahami, daripada terlepas begitu saja. 
Karena kiprah guru ialah membantu semoga siswa lebih dapat  mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang kongkrit, maka seni administrasi mengajar perlu diubahsuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Sehingga bagi konstruktivisme, tidak ada suatu seni administrasi mengajar yang satusatunya dan sanggup dipakai dimanapun dalam situasi apapun. Strategi disusun, selalu hanya menjadi jawaban dan saran, tetapi bukan sesuatu sajian yang sudah jadi. Setiap guru yang baik akan membuatkan caranya sendiri. Mengajar ialah suatu seni, ini menuntut bukan hanya penguasaan teknik, tetapi juga intuisi (Suparno, 2004: 44).
Langkah-langkah dalam pengelolaan pembelajaran yang konstruktivis akan dilihat dari 3 sisis yakni : persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.      Pada tahap persiapan (sebelum guru mengajar) hal yang perlu dilakukan ialah mempersiapkan materi yang mau diajarkan, mempersiapkan pertanyaan dan aba-aba untuk merangsang siswa aktif belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan sswa dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa.
2.      Tahap selanjutnya ialah tahap pelaksanaan (sebelum proses pembelajaran) dimana guru mengajak siswa berguru aktif, siswa dibiarkan untuk bertanya, menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka, mengikuti pikiran dan gagasan-gagasan siswa, menggunakan variasi metode pembelajaran sperti studi kelompok, studi museum, diluar sekolah; kunjungan ketempat penembangan bidang studi diluar sekolah sperti museum, tempat laboratorium, tempat bersejarah, dan lain-lain.
3.      Tahap terakhir ialah tahap penilaian (sesudah proses pembelajran). Pada tahap ini guru memperlihatkan pekerjaan rumah, mengumpulkannya dan mengoreksinya, memberi kiprah lain untuk pendalaman; tes yang membuat siswa berfikir, bukan hafalan.
E.     Kekurangan dan kelebihan teori berguru bahavioristik dan konstruktifistik
1.      Kekurangan teori behavioristik
a.       Pembelajaran penerima didik hanya berpusat pada guru
b.      Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib klarifikasi guru
c.       Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi
2.      Kelebihan teori behavioristik
a.       Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
b.      Materi yang diberikan sangat detail
c.       Membangun konsentrasi pikiran
3.      Kekuranagan teori konstruktifistik
a.       Siswa membuat pengetahuan dengan inspirasi mereka masing-masing, oleh lantaran itu pendapat siswa berbeda dengan pendapat para ahli
b.      Teori ini menanamkan supaya siswa membangun pengetahuan sendiri, hal ini niscaya membutuhkan waktu yang lama. Apalagi untuk siswa yang malas.
c.       Kondisi setiap sekolah pun mempengaruhi keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan yang gres dan keaktifan siswa.
4.      Kelebihan teori konstruktifistik
a.       Teori ini dalam proses berfikir membina pengetahuan baru, membantu siswa untuk mencari ide, menuntaskan masalah, dan membuat keputusan.
b.      Teori ini dalam proses pemahaman murid terlibat secara pribadi dalam membina pengetahuan baru.
c.       Teori ini dalam proses pengingatan siswa terlibat secara pribadi dengan aktif, mereka akan ingat lebih usang semua konsep.
d.      Teori ini dalam kemahiran sosial siswa sanggup dengan gampang berinteraksi dengan sobat dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e.       Oleh lantaran siswa terlibat secara terus-menerus maka mereka akan paham, ingat, yakin, dan berinteraksi maka akan timbul semangat dalam berguru dan membina pengetahuan baru.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Teori berguru behavisioristik
Teori berguru behavioristik ialah teori berguru yang menekankan pada tingkah laris insan sebagai tanggapan dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori berguru behavioristik besar lengan berkuasa terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran- aliran behavioristik. Teori berguru behavioristik dengan model kekerabatan stimulus-respons mendudukkan siswa yang belajarsebagai individu yang pasif.Respons atauperilaku tertentu dengan menggunakan metode pembinaan atau pembiasaan. Menurutaliran-aliran behavioristik, berguru pada hakikatnya ialah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau kekerabatan antara stimulus dan respons.
2.      Teori berguru konstruktifistik
Teori konstruktivistik menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Fungsi-fungsi mental yang tinggi dari seseorang diyakini muncul dari kehidupan sosialnya. Sementara itu, intramental dalam hal ini dipandang sebagai derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut, hal ini terjadi lantaran anak gres akan memahami makna dari kegiatan sosial apabila telah terjadi proses internalisasi. Oleh alasannya ialah itu berguru dan berkembang satu kesatuan yang memilih dalam perkembangan kognitif seseorang.
B.     Saran
Saran yang sanggup kami berika n yaitu :
Alangkah baiknya kita sebagai calon pendidik harus memberi peluang kepada siswa semoga siswa mengungkapka gagasan yang dimilikinya sehingga ia sanggup membandingkan sendiri dengan apa yang ia dapati dari proses berguru mengajar, jadi bukan guru memaksa untuk siswa berfikir menyerupai apa yang fikirkan tapi bagaimana kita sebagai calon pendidik untuk memberi peluang siswa aktif dalam mengungkapkan argument-argument atau pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya mencangkup materi tersebut


























Baca juga: