-->
Resensi Sayap-Sayap Sakinah

Resensi Sayap-Sayap Sakinah

Judul Buku: Sayap-sayap Sakinah
Penulis: Afifah Afra dan Riawani Elyta
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Cetakan: Pertama, Juli 2014
Tebal: 248 Halaman
ISBN: 978-602-1614-22-8
Cover Buku Sayap-sayap Sakinah
Jika kita mau merenung sejenak, bahwa segala sesuatu, Allah ciptakan secara teratur, yang semuanya mengarah kepada keseimbangan. Coba lihat posisi badan insan sendiri. Ada sepasang tangan yang masing-masing ada di kanan dan di kiri, juga sepasang kaki, sepasang mata, sepasang telinga. Dan kalau jumlah organ itu hanya satu, ibarat hidung, mulut, kepala, selalu diposisikan di tengah, dengan pertimbangan yang sempurna antara kanan dan kiri. (halaman 40)

Makhluk-makhluk Allah di muka bumi ini pun selalu mempunyai dua hal yang saling melengkapi. Pada gunung merapi misalnya, di satu sisi gunung ialah wujud yang kokoh dengan kepundan yang siap menyemburkan magma yang sangat panas. Akan tetapi, gunung pun selalu menampakkan panorama yang indah dengan bentuk-bentuk artistik serta tanaman-tanaman yang menawan. (halaman 41)


Langit ialah pria dan bumi ialah wanita. Bumi memupuk apa yang dijatuhkan oleh langit. Apabila bumi kekurangan panas maka langit mengirimkannya. Apabila ia kekurangan kesejukan dan embun, maka langit memperbaharuinya. Tanpa bumi, bagaimana bunga dan pohon dapat mulai berkembang? Kalau begitu, apa yang dihasilkan oleh air dan kehangatan langit? Sebagaimana Allah menawarkan keinginan kepada pria dan perempuan hingga akhir. Sehingga dunia akan terpelihara oleh kesatuan mereka. (Jalaludin Rumi)


Seperti yang diutarakan oleh jalaludin Rumi. Keseimbangan pun Dia tunjukkan pada sepasang laki-laki dan wanita, keduanya  merupakan satu kesatuan yang penciptaannya saling melengkapi. Saling mengisi. Saling memberi dan menerima. Laksana langit dan bumi yang digambarkannya dalam puisi di atas. Hingga satu kesatuan itu, kemudian kita sebut dengan nama: pernikahan.

Apa yang kita pikirkan kalau mendengar kata: pernikahan? Bersatunya dua insan dalam perahu yang suci? Atau mungkin ada yang mendefinisikan sebagai titik di mana berakhirnya sebuah penantian atau pencarian yang disebut sebagai jodoh kita? Tapi, benarkah bahwa sepasang insan yang menikah itu sudah niscaya berjodoh? Nah loh.

Dalam buku Sayap-sayap Sakinah dituliskan bahwa, bahkan, jodoh dan cinta pun belum tentu berjodoh. Seperti dinukil dari buku Sinta Yudisia “Kitab Cinta dan Patah Hati”, Zainab el-Nafzawiya menikah dengan Abu Bakar bin Umar. Zainab rela dipersunting oleh Abu Bakar, alasannya ialah lelaki itu menyanggupi syarat berat yang ditetapkan Zainab untuk siapa yang mau menjadi suaminya, yakni harus menyatukan wilayah Maghribi, yang terbentang dari Afrika Utara hingga Andalusia.

Janji itulah yang kemudian memisahkan mereka. Untuk memenuhi janji, Abu Bakar harus melaksanakan ekspedisi ke Gurun Sahara yang sangat berat. Saking cintanya terhadap istri, Abu Bakar tak ingin menyeret sang istri ke sebuah medan yang sangat ganas, dan ia pun tak mau meninggalkan Zainab dalam perpisahan yang bertahun-tahun yang menciptakan Zainab terbelenggu dalam kesepian dan ketidakpastian. Akhirnya, ia menetapkan untuk menceraikan sang istri. Namun ia berjanji, seusai menaklukkan Sahara, maka ia akan kembali kepada Zainab.

Zainab yang merasa duka dengan perceraiannya, hasilnya menikah dengan Yusuf bin Tashfin, yang tak lain ialah sepupu Abu Bakar. Sementara itu, Abu Bakar, melalui sebuah ekspedisi yang panjang, berat, dan melelahkan, hasilnya berhasil menaklukkan Sahara. Namun, dikala kembali kepada Zainab, beliau melihat betapa Zainab dan Yusuf saling mengasihi dan menghargai. Rasa cinta masih ada di dada Abu Bakar, namun ia tak ingin menyakiti Yusuf. Dia menentukan kembali ke padang pasir dan menghabiskan waktunya di sana. Abu Bakar meninggal dunia dalam kelegaan. Sebab, meskipun beliau tak dapat kembali menjadi suami Zainab, beliau menyaksikan perempuan itu berada si samping lelaki yang tepat.

Terkait dengan perempuan yang menikah lebih dari satu kali, Ummu Salamah pernah bertanya: “Ya Rasulullah, ada di antara kami yang menikah dua hingga tiga kali. Jika beliau meninggal dunia dan suami-suaminya masuk surga, siapakah yang menjadi suaminya di surga?” Rasul menjawab, “Wahai Ummu Salamah, beliau diberi kebebasan menentukan mana di antara suaminya yang paling baik akhlaknya.”

Lalu, siapakah yang akan dipilih Zainab kalau kelak masuk surga? Bersama Yusuf atau Abu Bakar?
Entahlah....

Jodoh itu misteri. (halaman 33-34)

Jika tadi berbicara bahwa jodoh merupakan misteri, di belahan yang lain dalam buku Sayap-sayap Sakinah dituliskan bahwa sakinah merupakan hadiah dari Allah. Dalam surat Ar-Rum ayat 21, sakinah berarti rasa nyaman atau merasa tentram. Tentu menjadi salah satu cita-cita terbesar bagi orang yang menikah ialah mengakibatkan hidupnya tentram bersama dengan pasangannya tersebut. 

Rasa hening tersebut digambarkan dalam firman-Nya: “Mereka ialah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187). Muhammad Nabiel Kadzim menjelaskan, bahwa maksud dari ayat tersebut ialah bahwa dengan menikah, sepasang suami istri harus dapat saling menutupi, menjaga, merawat, memberi kehangatan, menjadi perhiasan, saling mengganti, menyempurnakan, tolong-menolong dalam menanggung beban hidup, tolong-menolong dalam mencicipi kenikmatan, dan sebagainya. 

Jika sakinah merupakan hadiah dari Allah, maka kiprah kita sebagai insan ialah berusaha dan senantiasa berdoa biar Allah menawarkan sakinah pada ijab kabul kita. 

Dalam buku Sayap-sayap Sakinah, yang merupan hasil duet dari Afifah Afra dan Riawani Elyta, membahas segala seluk beluk pernikahan, mulai dari merencanakan jodoh, persiapan menikah, menghadapi hal-hal gres dalam kehidupan sehabis menikah, dan serba-serbi ijab kabul yang lainnya. Dikemas dengan bahasa yang ringan dengan diselingi catatan-catatan pengalaman penulis sendiri perihal dongeng menuju pernikahannya, yang menciptakan buku ini jauh dari kesan menggurui. 

Quotes-quotes perihal cinta dan ijab kabul yang disajikan, menciptakan buku ini tidak terasa membosankan. Ditambah, buku ini ditutup dengan puisi-puisi Afifah Afra yang berpengaruh akan diksi-diksi yang merupakan ciri khas penulis.

Namun, saya mencicipi bahwa buku ini dibuka dengan puisi yang dapat dibilang terkesan feminis. Menyajikan pembukaan dengan sebuah ‘permintaan’ atau mungkin ‘harapan’ dari seorang perempuan kepada suami atau calon suaminya, meski hal ini memang manusiawi. Bait puisnya sebagai berikut: Suamiku, saya mengizinkanmu menikah hingga empat kali. Pertama menikahiku. Lalu menikahiku. Lalu menikahiku. Dan terakhir menikahiku.

Akan tetapi, di luar konteks itu. Buku ini cukup ringan untuk dijadikan bekal untuk yang akan, segera, atau sudah menikah.

*diikutsertakan dalam lomba menulis resensi buku Sayap-sayap Sakinah

Baca juga: