-->
Sepuluh Muwasofat Tarbiyah

Sepuluh Muwasofat Tarbiyah


Bismillah...

Ahad siang di suatu halaqah, murrabiah saya menyinggung ihwal Muwasofat Tarbiyah. Saya sendiri gagal mengingat  apa yang dimaksud oleh murrabiah saya tersebut, padahal di kawasan liqo sebelumnya saya pernah mendapatkan bahan itu. Duh, dengan menyadari betapa longgarnya ilmu yang bisa saya ikat, biar duduk melingkar setiap pekan ini  bukan menjadi hal yang tak ada gunanya bagi saya.

Kaprikornus teringat kalimat salah satu sobat Nabi Salallahu ‘alaihi wasalam, Ali bin Abi Thalib. “Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya!” begitu ujarnya.

Baiklah, kali ini saya coba berikhtiar dalam belajar. Maka, saya tuliskan bahan yang diberikan oleh murrabiah ihwal 10 Muwasofat Tarbiyah.

Menurut sumber yang saya baca, Muwasofat berasal dari kata wa-sho-fa yang artinya tabiat atau rupa diri. Sedangkan Tarbiyah secara umum berarti pendidikan. Sedangkan berdasarkan Dr. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya yang berjudul Peringkat-Peringkat Tarbiyah Ihwanul Muslimin, mengartikan bahwa Tarbiyah ialah cara ideal berinteraksi dengan insan untuk mengubah mereka dari suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik.

Dari klarifikasi di atas, maka saya simpulkan bahwa Muwasofat Tarbiyah yaitu tabiat atau rupa diri aka perilaku yang mestinya dimiliki oleh muslim yang sudah tertarbiyah. Dari situ saya mulai berkaca, sekiranya sudahkah diri ini mempunyai 10 Muwasofat Tarbiyah yang dimaksud. Lalu, apa saja 10 poin tersebut? baiklah, berikut saya tuliskan dengan penjelasannya yang ringkas.

Pertama ialah Salimul Aqidah atau Aqidah yang lurus. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim mempunyai ikatan dogma yang berpengaruh terhadap Allah SWT, tidak melaksanakan perbuatan syirik dan menyekutukan-Nya.

Kedua Shahihul Ibadah, yaitu ibadah yang benar. Mengerti, memahami dan melaksanakan ibadah dengan cara yang benar. Tidak dikurangi ataupun dilebih-lebihkan. Serta senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah itu sendiri.

Ketiga Matinul Khuluq, yaitu sopan santun yang mantap. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah yang mempunyai sopan santun yang baik, sebaiknya kita mencontoh hal tersebut. alasannya ialah bergotong-royong Rasulullah ialah suru tauladan yang baik.

Keempat Qadiran ala Qasbi, yaitu bisa berusaha. Memiliki keyakinan jikalau kita bisa dan yakin dengan perjuangan yang kita lakukan, tidak mengharapkan derma orang lain selagi masih bisa melakukannya sendiri. Hal tersebut diseimbangkan dengan tidak takabur ataupun riya.

Kelima Mutsaqqa Fiqri, yaitu berpengetahuan luas. Senantiasa terus mencar ilmu untuk memperluas wawasan, baik wawasan ihwal agama maupun ilmu umum lainnya.

Keenam Qawiyyal Jism, yaitu berpengaruh tubuh badan. Dalam artian sehat dan berpengaruh antara nalar pikiran dan badan. Karena Rasulullah pun berkata, bahwa Allah lebih menyayangi muslim yang berpengaruh dibanding dengan muslim yang lemah.

Ketujuh Mujahadah ala Nafsi, yaitu bisa melawan hawa nafsu. Mampu menahan dan  menjauhkan diri dari hal-hal yang haram, melatih diri dalam menghadapi duduk kasus dengan sabar dan tidak marah.

Kedelapan Haarithun ala waqtihi, yaitu bisa menjaga waktu. Membiasakan berdiri awal, menepati kesepakatan dan tidak berlebihan atau mubadzir dalam memakai batu denga hal-hal yang tidak penting atau lalai.

Kesembilan Munazzamun fi syu’unihi, yaitu tersusun dalam urusan. Teratur dalam memprioritaskan kegiatan-kegiatan.

Kesepuluh Naafi’uln Lighoirihi, yaitu berkhasiat bagi orang lain. Memiliki sifat empati, menolong tanpa diminta, pemurah, dan bisa menunaikan hak orang lain.

Itulah kesepuluh  Muwasofat Tarbiyah. Sepertinya masih ada yang belum benar-benar bisa saya jalankan. Semoga dengan ini bisa menjadi pengingat diri untuk menjadi lebih baik dan baik lagi.

Wallahualam

September 2015
Untuk diri dan yang sedang memperbaiki diri

Baca juga: